........................ CINTA dalam KEHIDUPAN adalah KEHIDUPAN PENUH CINTA .........................
everybody is podo wae ... urip ing the same world for sa' pisane ...
ojo making troubles ... ojo 'gawe chaos ... and don't create goro-goro ...
mending we're all sharing tresno ... then live ing peace buono
ora ono battles
no more petoko

Translate

Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Senin, 01 November 2010

0 T K I

Wahai saudaraku tercinta
Di sini kita lahir
Di sini kita tumbuh
Di sini kita mengenal kahidupan

Pulanglah !

Biar susah, mari nikmati bersama
Biar sulit, mari hadapi bersama
Biar miskin, mari kita bangun bersama

Ini warisan kita !

Tumbuhkan semangat gotong-royong yang telah hilang
Tumbuhkan semangat kebangsaan yang telah memudar
Tumbuhkan semangat kebersamaan yang telah luntur

Di sini..!
Satu Nusa Satu Bangsa
Indonesia Tercinta

Jangan tinggalkan lagi Tanah mu
Jangan tinggalkan lagi Air mu
Jangan tinggalkan lagi Bangsa mu
Jangan tinggalkan lagi Negeri mu

Nanti bisa dikuasai orang lain !

Wahai kaum Negarawan
Wahai kaum Bangsawan
Bukalah lahan kami
Biar kami bisa berkeringat di Negri sendiri

Wahai kaum Ningrat
Wahai kaum Pejabat
Berilah kesempatan pada kami
Biar kami berbakti pada Negri sendiri

Sudah cukuplah semua ini !
Sudah cukuplah sengsara ini !
Sudah cukuplah kebodohan ini !

Marilah kembali…!
Teteskan keringat di atas Bumi Pertiwi

Maret ‘05

0 CINTA Kue Bakwan

Ternyata memahami cinta itu mudah.


sebuah dialog :
"aku ingin kamu membuktikan seberapa besar cintamu padaku".
"apa yang harus kulakukan supaya kamu percaya... aku sungguh sangat mencintaimu."
"oke, kalau memang demikian... aku mau bukti sekarang... aku ingin kamu menyerahkan dirimu sepenuhnya padaku."

dialog lain :
"kamu harus tahu, walaupun kamu istriku... tapi aku lebih mencintai profesi ku dan harta yang aku miliki."

yang lain lagi :
"kita harus mencintai lingkungan...dst."

lainnya lagi :

"aku sangat mencintaimu... aku tak bisa berpisah lagi darimu."

Begitu banyak kata cinta yang kita dengar atau kita ucapkan setiap hari, setiap jam, atau mungkin setiap menit, bahkan mungkin setiap kedipan mata. Tidak salah kalau dikatakan bahwa "cinta itu universal", karena kita bisa mencintai apa dan siapa saja atau dicintai oleh apa dan siapa saja, kapanpun, bagaimanapun dan dalam keadaan apapun.

Lalu apa sebenarnya "cinta" itu ?
Apakah bentuk "cinta" itu bermacam-macam ? karena kita bisa mencintai hal yang berbeda-beda, seperti sesama manusia, hewan, benda, alam dan lainnya.
Atau apakah sifat "cinta" yang mempunyai keragaman? karena ada cinta suci, cinta buta, ada yang bahagia karena cinta, ada yang menderita karena cinta, dan selanjutnya.
Ataukah mungkin "cinta" itu sangat sulit dipahami ? hingga timbul berbagai istilah untuk mengungkapkannya, seperti misalnya jatuh cinta, cinta pada pandangan pertama, dll.
Lalu, apakah "cinta" pada kutipan dialog di atas adalah bentuk cinta yang sebenarnya ?

Mengacu pada konteks kata "cinta" yang selalu disebutkan secara lisan atau tulisan, jelas bahwa cinta itu sebuah "rasa yang agung" dan ada di hati atau perasaan. Pada kenyataannya, memang cinta itu suci. "Cinta" itu bahasa kalbu bukan bahasa komunikasi. Dalam setiap jenis bahasa manusia terhadap kata cinta, seperti : love, liefde, liebe, amor, amour, amore, dan sebagainya namun semua hanya merupakan bahasa kode atau sandi untuk mengutarakan apa yang dirasakan dalam perasaan.

Kita keluar sebentar dari permasalahan cinta, mari kita lihat dan baca segala apa yang ada di semesta sesuai dengan kemampuan kita. Kita rasakan dan pikirkan sejenak, makanan atau minuman yang kita konsumsi tidak bisa ada begitu saja tanpa melalui proses. Begitu juga makhluk hidup, kita misalnya, tidak mungkin langsung ada seperti sekarang ini. Semua ada prosesnya. Atau sebuah rasa, "benci" misalnya, karena ada proses yang menyebabkannya. Dan setiap proses selalu bertingkat namun tidak saling menghilangkan tapi saling mendukung sehingga terjadi atau menjadi sesuatu yang sesuai dengan tujuan proses tersebut. Misalnya dalam proses pembuatan makanan, misalnya "kue bakwan" atau disebut juga "kue sayur", banyak mengandung bahan untuk adonan dan isinya. Di situ ada tepung, rempah-rempah/bumbu, garam, juga sayuran , kol, wortel, buncis, dan bahan pendukung lainnya. Kemudian di proses, dibuat adonan, dicampur lalu di goreng jadilah tujuan akhir proses yaitu kue bakwan. Walau telah menjadi sebuah kue dan mempunyai nama tersendiri tetap saja bahan-bahannya tetap dan tidak hilang tapi menjadi satu kesatuan yang mendukung sehingga tercipta yang namanya kue bakwan. Tapi itu hasil dari proses kreatifitas manusia. Namun dalam hal cita rasa, manusia tidak bisa menciptakannya hanya mampu untuk menggabungkan sehingga tercapai sebuah rasa yang kita sebut enak atau nikmat.

Karena memang, setiap sesuatu itu mempunyai "rasa", sejak sesuatu itu ada. Dan segala "rasa" itu saling mendukung demi munculnya "rasa" yang lain.
Begitu juga dengan "cinta". Cinta sudah ada pada diri kita, bahkan sebelum kita terlahir di dunia. Hanya saja dibutuhkan "rasa" lain yang menyatu dan saling mendukung hingga bangkitlah rasa "cinta".

Rasa pendukung Cinta : "S U K A"
Interaksi melalui panca indera secara langsung ataupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi penilaian terhadap sesuatu. Yang dimaksud dengan interaksi disini adalah lebih kepada saat terjadinya suatu kontak, bisa karena melihat, tercium, tersentuh ataupun karena mendengar atau terdengar dan hal-hal tersebut bisa terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Kejadian tersebut akan menyebabkan/menimbulkan pengaruh bathin secara langsung yang bergantung kepada kondisi/keadaan subjek, objek ataupun lingkungan pada saat kejadian. Pengaruh inilah yang menimbulkan perasaan "suka" atau bahkan sebaliknya "tidak suka/benci". Tapi yang dibahas di sini adalah perasaan Suka, karena rasa Benci merupakan sisi gelap dari rasa Suka.
Rasa Suka inilah yang membuat sesuatu itu menjadi menarik, indah, cantik, enak, nikmat, sedap, segar dan lain-lain yang secara otomatis akan menimbulkan perasaan ingin merasakan ataupun menikmati.
Di sisi lain, setelah hadir rasa Suka terhadap sesuatu, mengakibatkan hasrat, nafsu ataupun syahwat, yang kadar gejolaknya tergantung subjek dan objek. Besarnya ketertarikan subjek atau bagaimana daya tarik objek.

Rasa pendukung Cinta :
"PERHATIAN"
Setelah lahir perasaan "suka" akan objek tertentu maka mulailah timbul rasa ingin mengetahui lebih jauh atau lebih banyak tentang segala yang berhubungan dengan objek tersebut. Hal inilah yang memicu subjek hingga disadari atau tidak akan mempelajari objek dengan memperhatikannya, secara langsung atau tidak langsung. Disinilah timbul rasa "perhatian" yang khusus kepada objek.
Namun, saat subjek lebih mengenal objek karena ketertarikannya dan juga mengetahui kondisi objek, timbullah rasa "ingin memiliki", rasa inilah yang mendorong untuk lebih mengenal/mengetahui bagaimana dan apa yang harus dilakukan dan dilalui untuk bisa mendapatkan atau untuk memiliki objek tersebut.
Saat keinginan/rasa ingin memiliki lebih besar dari kemampuan pada saat itu, maka timbullah "Obsesi".

Rasa pendukung Cinta : "K A S I H"
Kecenderungan akan rasa "suka" kepada objek dengan memberi "perhatian" yang lebih. Lalu mengetahui bagaimana dan apa yang harus dilakukan atau dilalui untuk mendapatkannya, mendorong Subjek untuk berbuat lebih dari sebelumnya demi hasratnya tersebut. Disadari atau tidak subjek akan dan mulai terbawa suasana dengan melakukan hal-hal yang bersifat memberi, menjaga, memelihara, merawat, ataupun hal-hal lain yang dilakukan untuk kepentingan objek. Dan Subjek sangat membutuhkan Objek untuk mengaplikasikan perasaannya, sehingga timbullah rasa "Kasih".
Tapi, karena apapun yang dilakukan demi objek maka tanpa disadari akan timbul perasaan ingin diperlakukan sama, maka timbullah rasa "Pamrih". Subjek butuh Objek, maka Objek pun harus butuh Subjek.

Rasa pendukung Cinta :
"SAYANG"
Pada tingkat ini, Objek adalah motivator bagi Subjek. Apapun yang dilakukan oleh Subjek, demi Objek. Setingkat dengan perasaan "Kasih" sehingga bisa disetarakan ataupun dihubungkan langsung. Timbul rasa kepedulian dan Tanggung Jawab yang sedemikian besar terhadap Objek dan Subjek merasa lebih mengutamakan Objek dari dirinya sendiri, dan itu dirasa wajib.
Pada kasus tertentu, dengan rasa tanggung jawab yang begitu besar dan rasa memiliki yang terlalu tinggi mengakibatkan tumbulnya rasa "Takut Kehilangan" atau "Ditinggalkan". Karena merasa kalau Objek lah yang menjadi motor dan semangat dalam hidupnya. Hingga seakan-akan tanpa Objek, habislah kehidupannya.
Di sinilah timbul perasaan "Cemburu" dan "Was-was".

Rasa pendukung Cinta :
"PENGERTIAN"
Setelah melalui proses-proses sebelumnya, baik yang bersifat positif maupun negatif bagi dirinya dan objek serta lingkungannya. Setelah mengalami berbagai kesenangan, masalah, bahagia, duka, dan rasa yang lain seiring perjalanan waktu dan proses, Subjek akan lebih memahami tentang keinginan, kebutuhan, harapan, dan segala yang dirasakan dan dilakukan untuk atau demi kepentingan Objek. Dan Subjek pun akan lebih memahami batasan-batasan antara apa yang dirasakannya dan apa yang harus dilakukannya kepada atau terhadap Objek. Sehingga Subjek bisa menilai hal-hal tersebut secara objektif. Dan disinilah timbul rasa percaya Subjek kepada Objek.
Namun, pada level tertentu ataupun karena proses sebelumnya yang masih rapuh, justru "Pengertian" yang diberikan Subjek bisa disalah artikan oleh Objek atau lingkungannya sebagai rasa "kurang peduli" Subjek kepada Objek.

C I N T A

Setelah berinteraksi melalui "Panca Indera" muncullah rasa "Suka" lalu kita menjadi "Perhatian" padanya. Dengan lebih mengenalnya dan rasa memiliki, timbul "Kasih"dan "Sayang". Saat lebih memahaminya, kita menjadi "Pengertian" padanya. Kemudian bangkitlah "Cinta". Ditandai dengan adanya rasa kebersamaan, ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu.
Saat "Cinta" hadir, maka tidak ada lagi "celah" bagi perasaan-perasaan negatif yang bisa merugikan semua pihak.

Namun, semuanya tergantung dari bagaimana Subjek melalui dan mengkondisikan proses-proses sebelumnya. Karena segala rasa yang dirasakan sebelum lahirnya cinta tetap menjadi akar bagi cinta itu sendiri, sehingga apabila proses terjalani namun masih rapuh akan mempengaruhi kadar cinta yang terlahir.

Berdasarkan penjabaran di atas, segala hal-hal negatif yang terjadi itu bukan karena cintanya tapi karena proses atau rasa yang mendukung lahirnya cinta belum terlakoni dengan sebaik mungkin atau sempurna.
Misal, kita merasa mencintai seseorang tapi kita selalu merasa cemburu apabila seseorang tersebut bersama dengan orang lain. Hal tersebut bukan karena cinta kita yang salah (atau sering disebut cinta buta) tapi bisa saja karena rasa sayang kita yang berlebihan dan mungkin karena kita kurang mengenal seseorang tersebut dan lingkungannya, sehingga kita merasa was-was, karena ada persaaan takut kehilangan atau takut ditinggalkan atau takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap dirinya. Kemudian ego dan gengsi kita mencari-cari alasan untuk mendukung pemikiran kita tersebut yang akhirnya justru menciptakan masalah baru. Tapi jangan khawatir, hal itu alami, tinggal tergantung kepada pribadi kita, tergantung kepada "gengsi" dan "egois" kita. Dan itu adalah proses.!

Jelaslah sudah, apapun dan bagaimanapun bentuk cinta kita, apapun dan siapapun yang kita cintai, semuanya adalah proses hati, semuanya dikendalikan oleh perasaan. Otak atau pikiran dan panca indera sangat dibutuhkan dukungannya, namun hanya sebatas pelaksana atau eksekutor untuk mengaplikasikan perasaan. Karena kalau kita mengandalkan pikiran atau panca indera untuk membangkitkan perasaan cinta, maka cinta kita akan tertutup oleh "egoisme" dan "gengsi". Dan itulah yang akan mengaburkan perasaan "cinta yang suci".

Cinta itu ada, bahkan sebelum kita terlahir. Hanya saja butuh sarana untuk membangkitkannya. Cinta itu sebuah rasa, dan perasaan lain lah yang membangkitkannya. Cinta tidak butuh alasan, tapi butuh pemahaman hati.

CINTA adanya di HATI bukan di KEPALA !!!
CINTA itu soal memberi, bukan menerima ataupun mengharapkan kembali
.

Selasa, 26 Oktober 2010

0 HARTA vs BAHAGIA

Harta adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup untuk menjalani kehidupan. Tanpa harta apa yang bisa kita perbuat, setidaknya itulah yang ada dalam benak kita. Kalau kita hubungkan dengan "bahagia", mungkinkah kita bisa merasakan kebahagian tanpa "harta" ? Jawabannya bisa "tidak mungkin", "sulit", "mungkin" atau "bisa".
Kenapa demikian ? Itulah salah satu keistimewaan manusia sebagai "makhluk paling sempurna" di alam ini. Manusia bisa menentukan sendiri ke arah mana dia berpikir dan merasakan. Manusia bisa ber-opini tentang hidup dan memilih jalan hidupnya sendiri. Karena manusia lah yang memiliki komponen kehidupan paling lengkap dibanding makhluk lainnya.

Demikian juga dengan pemikiran manusia tentang "harta". Terserah kepada kita menterjemahkan seberapa penting "harta" dalam hidup kita. Bagaimana pun kita menganggapnya, itu sah-sah saja. Karena secara fisik, kita lah yang berusaha untuk mendapatkan harta dan berarti terserah kita juga untuk membelanjakannya sesuai kebutuhan masing-masing. Itu juga sah-sah saja. Tapi pertanyaannya, apakah harta yang menjadi prioritas dalam kehidupan ini yang harus kita kejar atau kita raih ? Bagaimana dengan sebuah rasa yang terdamba saat kita merasa sepi atau sedang berduka, yaitu rasa "bahagia" ?

Kita sendiri lah yang bisa merasakan sejauh mana kita bisa rasakan "bahagia". Namun kita bisa membaginya, memberikannya kepada siapa saja yang kita kehendaki dan orang-orang di sekeliling kita juga bisa merasakan kebahagiaan tersebut. Tapi sayangnya, untuk memperolehnya kita tidak bisa meminta ataupun membelinya dari orang lain seperti saat kita ingin mendapatkan "harta". Dengan kata lain, ternyata harta yang menjadi tujuan dalam hidup tidak bisa menciptakan rasa bahagia dalam diri.

Pada kenyataanya, kita memang butuh harta untuk mencukupi hidup ini dan itu mutlak. Sangat benar sekali, karena harta khususnya uang adalah sarana ataupun alat tukar untuk memperoleh kebutuhan hidup. Dan itu berlaku untuk siapa saja di zaman ini. Tapi kalau kita mau meredam keegoisan sedikit saja, kita akan merasakan bahwa itu bersifat fisik. Artinya, apapun yang kita peroleh melalui harta adalah sesuatu yang berwujud, bersifat fisik atau kebendaan. Sedangkan "bahagia" adalah sesuatu yang kita rasakan dalam hati, bersifat batin dan merupakan urusan bathiniah.

Jelas sudah, "harta" dan "bahagia" memang dua hal yang sangat berbeda dan tidak saling menciptakan. Dengan harta yang banyak tidak akan mampu untuk menghadirkan ataupun membeli "kebahagiaan". Berlaku juga sebaliknya, dengan merasa bahagia tidak akan dengan tiba-tiba menghadirkan harta yang banyak.

"Harta" dan "Bahagia" adalah dua hal terdamba yang tidak saling menciptakan namun bisa saling mendukung. Harta memang tidak bisa membeli bahagia tapi merupakan sarana fisik yang dapat mendukung manusia untuk mencari atau mendapatkan kebahagiaan. Dan dengan rasa bahagia, manusia akan mampu merasakan manfaat harta bagi dirinya dan merasakan batasan kebutuhan positif dalam hidupnya dalam mencari harta.

Bahagia adalah milik siapa saja yang ingin merasakannya, tidak peduli kaya atau miskin walaupun semua akhirnya harus kembali kepada diri kita masing-masing tentang bagaimana cara kita untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang bersedia membacanya dan kebenaran itu "mutlak" hanya milik Allah SWT.

0 FENOMENA – II

Bumi itu bulat
Kepala manusia pun bulat
Tapi kenapa…?
Pikiran manusia nggak bisa bulat ?
Hati manusia gak pernah bulat ?
Sedangkan damai harus bulat

0 FENOMENA – I

Hitam
Putih
Kuning
Hijau
Merah
Ragam terbentuk di mayapada
Diskriminasi
Konspirasi
Kolusi
Tertanam pada urat-urat warna persetan
Intimidasi
Racun termanis bagi warna minoriti

0 Pacar dan Sahabat

Pacaran itu bukan tren tapi kebutuhan batin, kebutuhan batin setiap manusia yang beranjak dewasa bahkan yang sudah sangat dewasa sekalipun. Dengan pacaran seseorang dapat merasakan kebahagiaan yang sulit dilukiskan. Hidup menjadi penuh warna. Dan segalanya menjadi indah.

Namun dalam beberapa kasus, pacaran justru menjadi sumber ataupun awal dari segala masalah. Kemudian akibat dari pacaran bisa menimbulkan kebingungan yang berkepanjangan, uring-uringan, bahkan bisa sampai pada tahap stres. Sudah lumrah kalau pacaran diwarnai dengan cek-cok, bisa karena cemburu, salah paham, beda prinsip, atau alasan-alasan lain yang dicari untuk pembenaran segala tindakan. Hebat, kalau hal-hal tersebut bisa diatasi bersama-sama dan menjadi pembelanjaran di kemudian hari. Tapi, yang sering terjadi justru sebaliknya. Masalah-masalah tersebut malah menjadi awal dari perpisahan atau biasa disebut putus. Jangan kan untuk bertemu, mendengar namanya saja sudah membangkitkan amarah. Jangan kan untuk bertegur sapa, malahan dianggap sebagai musuh yang abadi.

Ironis dan sangat tragis. Pacaran selalu dimulai dengan keindahan, tapi mengapa sering berakhir dengan malapetaka ? Apakah memang harus demikian ? Apakah terlalu sulit untuk berpacaran ? Kalau memang demikian, kenapa kita harus berpacaran ?

Kalau kita mau merenung sejenak, tentang hubungan sosial antar sesama manusia di antara kita yang tidak menyangkut hubungan keluarga. Kita mengenal beberapa istilah hubungan, ada teman, kawan, sahabat, pacar, dsb. Tentu kita punya hubungan-hubungan tersebut. Kita punya teman, punya kawan, punya sahabat dan punya pacar (mungkin/kalo laku). Kalau kita mau merenung dan merasakan hubungan-hubungan kita tersebut, maka kita akan menemukan kemiripan-kemiripan dan persamaan dari jenis hubungan-hubungan yang kita jalin. Di sini akan kita temukan, bahwa yang paling mendekati atau mirip dengan pacaran adalah persahabatan. Dalam persahabatan (kalo kita punya sahabat) terdapat rasa peduli yang tinggi, rasa saling menyayangi, rasa memiliki, saling memberi, penuh kebersamaan, juga terdapat rasa rindu jika lama tidak berjumpa dan rasa cemburu bila tiba-tiba kita dicuekin lalu dia bergaul dengan orang lain. Bagaimana dengan pacaran ? Bukan kah demikian juga adanya ? Tapi, pacaran lebih kompleks dan mempunyai level yang lebih tinggi. Bila persahabatan, segalanya tentang batin, tentang apa yang dirasakan. Berbeda dengan pacaran yang mengkombinasikan antara suasana batin dan reaksi pisik. Jadi untuk urusan batin, antara pacaran dengan persahabatan memiliki persamaan yang dalam. Intinya pacaran dan persahabatan cuma dibedakan oleh urusan pisik. Karena pacaran dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis maka melibatkan urusan pisik yang bersifat biologis. Namun, sebagai catatan, bahwa getaran-getaran biologis bukan disebabkan oleh hubungan pacaran tapi reaksi yang sangat wajar dari dua orang yang berlawanan jenis dan bisa timbul tanpa adanya hubungan khusus.

Jadi kenapa persahabatan bisa lebih langgeng daripada pacaran ? Itu kita sendiri yang bisa tahu dan merasakan, karena kita sendiri lah yang mengalami. Apakah pacaran itu memang terlalu sulit dijalani ? terlalu berliku-liku ? terlalu ribet ? atau terlalu uhhh ? Kenapa persahabatan bisa terjalani dengan asyik, santai, enjoy, gembira dan penuh suka cita ?

Jadi kenapa kita tidak mencoba untuk menjalani pacaran seperti layaknya bersahabat ? Atau kita belajar dari persahabatan untuk menjalani pacaran ?

Apapun itu, mungkin lebih baik kalau kita belajar untuk mempunyai sahabat sebelum kita mencari pacar. Sehingga kita bisa lebih belajar tentang bagaimana mempunyai hubungan yang khusus. Karena apapun yang dialami dan dirasakan dalam persahabatan akan terjadi dalam pacaran walau dengan level yang lebih tinggi. Sehingga kita bisa lebih baik dalam bersikap dengan sang pacar. Dan mudah-mudahan pacaran bisa selanggeng persahabatan.

Dengan kalimat yang lebih disederhanakan dan sorry, agak kasar. Persahabatan dan pacaran itu sama, hanya dibedakan oleh (sorry) nafsu.

Semoga bermanfaat dan semoga kita bisa lebih memahami arti pentingnya pacaran.

Senin, 25 Oktober 2010

0 INDONESIA ku MUNDUR ???

Ciri Manusia Pribumi Indonesia.


Indonesia (dalam konteks modern) semakin maju.
Tapi siapa yang mengalami kemajuan ?
Siapa yang menikmati kemajuan ?
Siapa yang melakukan kemajuan ?
Tentu saja rakyat Indonesia tercinta. Tapi, rakyat yang mana ?

Pada kenyataannya, rakyat Indonesia asli (pribumi) hanya bisa menyaksikan kemajuan yang terjadi di negri nya. Pribumi hanya mampu diam tanpa bisa menikmati kemajuan. Hanya segelintir pribumi yang bisa merasakan dan menikmatinya, yaitu orang-orang yang ada di atas dan yang memaksakan diri untuk menjadi pelaku dan penikmat kemajuan. Lalu siapa yang memanen kemajuan di Indonesia ? Ironisnya, orang pendatang dan orang asing lah yang memiliki secara mutlak kemajuan di Indonesia.

Salah siapa ?
Apakah salah mereka karena memiliki dan menikmati kemajuan di sini ?
Atau apa ini salah pribumi karena membiarkan mereka memiliki kemajuan di sini ?
Kalau kita berpikir ini salah siapa, maka keadaannya akan semakin salah kaprah. Karena ini bukan masalah salah siapa dan ini juga bukan merupakan kesalahan siapa-siapa, tapi ini akibat dari kelemahan bangsa, kelemahan pribumi.

Ini bukan masalah fisik ataupun intelektualitas, karena bangsa pribumi memiliki fisik yang kuat, sehat dan umumnya memiliki umur yang panjang. Bangsa Pribumi juga diakui intelektualitasnya di manca negara. Kelemahan yang dimaksud di sini adalah, kelemahan mental. Tapi bukan mental yang berhubungan dengan EQ, karena bangsa pribumi umumnya memiliki mental yang cukup stabil. Terbukti dengan kenyataan sekarang ini dunia entertain/hiburan yang membutuhkan mental kuat menjadi sangat diminati oleh generasi bangsa. Begitu juga dengan profesi lain yang membutuhkan kestabilan emosi dalam hal ini mental. Namun, mental yang semakin dan sudah sangat melemah pada bangsa pribumi adalah mental berbangsa dan bernegara. Mental yang mempengaruhi sikap moral bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Inilah kenyataannya sekarang. Orang pribumi banyak yang pintar tapi lebih banyak yang masih bodoh. Orang pribumi banyak yang kaya tapi masih sangat banyak yang miskin. Orang pribumi banyak yang jadi pengusaha dan mempunyai profesi ganda tapi masih banyak yang menjadi pengangguran sehingga menjadi semakin bodoh dalam kemiskinannya. Kenapa harus terjadi demikian ?

Itulah orang pribumi di Indonesia yang modern dan semakin canggih ini.

Seiring perkembangan jaman, manusia mengalami perubahan dalam pola berpikir dan cara menjalani kehidupan. Demikian juga dengan bangsa pribumi. Karena alasan semakin kerasnya kehidupan, karena alasan semakin beratnya beban kehidupan, kita, bangsa pribumi mengalami perubahan sikap mental yang drastis hingga disadari atau tidak ada 3 ciri utama yang terlahir seiring melemahnya mental kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ciri orang pribumi (99%) sekarang ini :
- suka melihat teman atau saudaranya susah
- suka melihat teman atau saudaranya bodoh
- prioritas dalam pekerjaan/karir : "CAMAT" (cari muka-angkat telor)


#. Suka Melihat Teman atau Saudaranya SUSAH.
Ini aneh, rasanya tidak mungkin kalau kita senang melihat orang lain susah apalagi teman atau saudara kita sendiri. Apalagi bangsa Indonesia terkenal dengan sifat gotong-royong nya, saling membantu dan sebagainya yang bersifat kebersamaan. Tapi itu dulu, yang kita bicarakan adalah sekarang. Kalau kita singgung masalah gotong royong memang sekarang ini masih ada tapi bergotong royong untuk saling menjatuhkan. Hal ini bisa kita lihat jelas pada orang-orang yang ada di atas. Tapi untuk kemudian yang kita bahas bukan pada skala yang besar tapi cukup pada hal-hal kecil yang terjadi pada kehidupan sehari-hari orang pribumi umum.

Salah satu contoh dalam hal ini, persaingan dalam pekerjaan atau profesi, antara lain :
1. Demi karir atau jabatan yang tidak seberapa, rela mengorbankan rekan kerjanya dengan cara memfitnah atau menunjukkan kelemahannya pada pimpinan.
2. Demi kelancaran usaha yang tidak seberapa, berusaha menjatuhkan orang yang yang dianggap pesaingnya walaupun masih satu bangsa dengan cara-cara yang keji, seperti memfitnah atau bahkan dengan cara mistik.
3. Saat terjadi kesalahan dalam suatu pekerjaan, masing-masing berinisiatif untuk menyelamatkan diri sendiri, masing-masing berusaha untuk cuci tangan / lepas tangan terhadap kesalahan tersebut tanpa mempedulikan resiko nya kepada rekan yang lain. Yang penting selamat..!

Setelah rekannya jatuh, dipecat atau diturunkan jabatan atau mendapat peringatan keras dari pimpinan atau merugi bahkan sampai bangkrut. Setelah kita merasakan kenaikan jabatan atau menggantikan posisinya, atau mengalami kenaikan usaha karena pesaing bangkrut, apakah timbul rasa iba kepadanya ? Kalau tidak, berarti kita senang melihat kesusahan atau kesengsaraanya yang tanpa kita sadari berakibat buruk pada keluarganya. Bahkan mungkin sampai pada anak cucunya.

#. Suka melihat teman atau saudaranya BODOH.
Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Saat kita memiliki suatu keahlian (di bidang apapun), kita tidak ingin atau bahkan tidak suka kalau melihat ada orang lain yang memiliki keahlian seperti kita atau melebihi kita. Apalagi kalau ada yang bertanya tentang sesuatu yang berhubungan dengan keilmuan kita. Pada saat itu yang ada di pikiran selalu timbul prasangka buruk, seakan-akan apabila kita beritahu suatu saat dia akan menjadi pesaing atau bahkan menjatuhkan kita. Sehingga dengan alasan apapun kita berusaha untuk tidak memberitahu atau membagi keilmuan kita atau bahkan kita menipunya, sehingga menurut kita dia tidak mungkin bisa mengikuti keahlian/keilmuan yang kita miliki. Apakah memang demikian ? kalau iya, berarti kita memang suka melihat orang lain tetap bodoh atau menjadi bodoh.

#. Prioritas dalam pekerjaan/karir : CAMAT (cari muka - angkat telor)
Ini hanya sebuah istilah dan ini juga berhubungan dengan istilah lain yang senada seperti "ABS" (asal bos senang), "yes man" atau istilah lain yang senada.
Karir itu memang penting karena dengan meningkatnya karir berarti menaikkan taraf hidup. Hingga tidak salah kalau pekerja selalu memikirikan peningkatan karir, jabatan atau apalah namanya. Tapi dengan tingginya persaingan (katanya) akan menyulitkan proses peningkatan karir. Di sisi lain, selain pemikiran kita tentang karir, ada sesuatu yang menjadi momok bagi para pekerja yaitu pemecatan/PHK. Dilandasi dua pemikiran tersebut, akhirnya membuat kita berlomba, berkompetisi, bersaing untuk disenangi atasan. Dan cara termudah adalah mencari muka pada atasan, "yes man" menurut dan menyetujui apapun yang dikatakan atasan walau kadang kita tahu itu tidak tepat/tidak sesuai.

Lalu apa salahnya dengan sikap ini ? Kita kan melakukannya demi masa depan karir kita dan gak ada yang dirugikan.
Memang kalau kita pertanyakan mungkin memang tidak ada salahnya, karena hal ini memang sudah jadi budaya dalam pekerjaan demi menunjang karir dan masa depan yang lebih baik (menurut kita).
Namun dalam setiap sikap akan mengakibatkan dua hal, yaitu untung dan rugi. Hal yang menguntungkan adalah untuk menunjang karir, sedangkan hal yang merugikan juga mempunyai dua arah, yaitu terhadap diri kita sendiri dan kepada lingkungan.
Dengan pemikiran kita yang selalu mencari sela untuk diterima oleh atasan secara instan otomatis akan membuat kita mengenyampingkan hal paling penting dalam karir, yaitu peningkatan kualitas diri dalam dalam meraih prestasi ke-profesi-an. Selain itu juga kita akan merugikan banyak pihak karena sikap kita yang selalu mencari muka pada atasan, khususnya bagi pihak yang tidak sejalan dengan kita. Atasan juga manusia, saat atasan percaya pada kita, maka dia tidak akan melihat potensi yang ada pada rekan kerja kita. Atasan hanya akan memberi kepercayaan/wewenang pada kita dan percaya pada apa yang kita katakan/laporkan, apalagi berkaitan dengan kesalahan ataupun kelemahan rekan kerja kita.

Ciri Pribumi di atas ada pada diri kita atau tidak, kita yang tahu. Namun itulah kenyataanya di dunia nyata. Bila demikian halnya berarti manusia pribumi sudah tidak memikirkan masa depan Bangsa dan Negara. Padahal masa depan Bangsa dan Negara adalah masa depan anak cucu. Masa depan bukan ditentukan oleh kekayaan atau jabatan yang dimiliki sekarang tapi lebih kepada kualitas diri, sikap kebersamaan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang akan menjadi kebanggaan dan pegangan saat diwariskan kepada anak-cucu nantinya.

Kita bisa melihat dan membandingkan sikap dan cara hidup kita sekarang ini dengan orang-orang pendatang atau suku bangsa pendatang lain, baik perantau ataupun pendatang yang hidup turun-temurun di negeri ini.
Tidak salah kalau kemajuan Bangsa dan Negara ini menjadi milik mereka. Dan kita ? "Kasian deh loe"! Kita masih berkutat dengan pemikiran "bagaimana besok" bukan "bagaimana setahun atau 10 tahun atau 50 tahun ke depan."

Bayangkan ! contoh kasus di atas adalah dalam skala dan lingkup yang kecil. Bagaimana bila kita berada di atas, berada dalam skala ruang yang lebih besar dan sudah tentu lingkup dan pengaruhnya juga jauh lebih besar. Berarti kerusakan yang kita buat semakin besar, orang-orang yang dirugikan juga semakin banyak, dan tentunya semakin meningkat lah grafik penderitaan dan kesengsaraan yang kita ciptakan. Karena memang kita lah yang telah meng-kreasi-kan negara kita ini untuk hancur !!!

Mungkin kita masih bisa menyelamatkan nasib anak cucu kita, menyelamatkan masa depan bangsa dan negara dengan sedikit demi sedikit merubah sikap mental kita. Kita bisa merubah pola pikir kita sekarang dengan mengembalikan ke wujud aslinya. Menjadi :
~ suka melihat teman atau saudara kita senang dan bahagia
Anggap saja teman-teman, saudara atau orang yang di sekeliling kita itu seperti pacar kita, hingga kita bisa lebih perhatian, peduli dan sayang pada mereka, terlebih kepada yang keadaan ataupun kondisinya dalam segala hal berada di bawah kita.

~ suka melihat teman atau saudara kita menjadi pintar
Anggap mereka seperti anak atau adik kita sendiri. Sehingga apabila mereka menjadi lebih pintar kita pun akan merasa senang / bahagia. Satu hal yang pasti, saat kita memberi satu kita akan mendapat dua, saat kita membantu seseorang untuk menjadi bisa maka kita akan menjadi pintar. Bayangkan bila kita bisa memabantu atau mengajari orang yang sudah bisa menjadi pintar, berarti kita dong "The Master' nya.
Tapi intinya, bila kebodohan di sekitar kita berkurang maka keuntungannya secara langsung atau tidak langsung pasti kita dapatkan. Setidaknya kita akan merasa lebih nyaman karena yang di sekitar kita bukan orang-orang bodoh.

~ prioritas dalam pekerjaan/karir : "tanggung jawab"
Gak perlu kita repot-repot memutar otak bagaiman biar bos jadi senang sama kita. Bertanggung jawab pada diri sendiri dengan tidak mempermalukan diri sendiri. Bertanggung jawab pada bidang keahlian kita atau pada pekerjaan dengan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kita. Bertanggung jawab pada rekan kerja ataupun relasi dengan bekerjasama, saling percaya dan saling menjaga. Bertanggung jawab pada atasan dengan menempatkan diri sebagai pekerja yang bertanggung jawab, pekerja yang mampu melaksanakan tugas sesuai dengan bidang / kemampuan diri.
Intinya, yang terpenting adalah kita harus selalu berusaha meningkatkan "kualitas diri" sehingga apapun ceritanya
kita bisa menghadapi segal tantangan pekerjaan dan suasana kerja.
PHK dan bangkrut adalah bagian dari resiko pekerjaan dalam hidup tapi dengan tanggung jawab dan kualitas diri yang kita miliki, semua itu menjadi sangat tidak berarti, hanya menjadi pengalaman manis dan bunga-bunga kehidupan.

Semoga kita bisa menjadi lebih berarti.
Semoga kita bisa menjadi lebih bermanfaat.
Semoga tidak ada lagi tangis kepedihan di negeri ini.
dan yang pasti...
Semoga kita bisa menikmati kemajuan negeri ini dengan perasaan bahagia.

Semoga...!!! Amiin...!!