........................ CINTA dalam KEHIDUPAN adalah KEHIDUPAN PENUH CINTA .........................
everybody is podo wae ... urip ing the same world for sa' pisane ...
ojo making troubles ... ojo 'gawe chaos ... and don't create goro-goro ...
mending we're all sharing tresno ... then live ing peace buono
ora ono battles
no more petoko

Translate

Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket

Senin, 01 November 2010

0 CINTA Kue Bakwan

Ternyata memahami cinta itu mudah.


sebuah dialog :
"aku ingin kamu membuktikan seberapa besar cintamu padaku".
"apa yang harus kulakukan supaya kamu percaya... aku sungguh sangat mencintaimu."
"oke, kalau memang demikian... aku mau bukti sekarang... aku ingin kamu menyerahkan dirimu sepenuhnya padaku."

dialog lain :
"kamu harus tahu, walaupun kamu istriku... tapi aku lebih mencintai profesi ku dan harta yang aku miliki."

yang lain lagi :
"kita harus mencintai lingkungan...dst."

lainnya lagi :

"aku sangat mencintaimu... aku tak bisa berpisah lagi darimu."

Begitu banyak kata cinta yang kita dengar atau kita ucapkan setiap hari, setiap jam, atau mungkin setiap menit, bahkan mungkin setiap kedipan mata. Tidak salah kalau dikatakan bahwa "cinta itu universal", karena kita bisa mencintai apa dan siapa saja atau dicintai oleh apa dan siapa saja, kapanpun, bagaimanapun dan dalam keadaan apapun.

Lalu apa sebenarnya "cinta" itu ?
Apakah bentuk "cinta" itu bermacam-macam ? karena kita bisa mencintai hal yang berbeda-beda, seperti sesama manusia, hewan, benda, alam dan lainnya.
Atau apakah sifat "cinta" yang mempunyai keragaman? karena ada cinta suci, cinta buta, ada yang bahagia karena cinta, ada yang menderita karena cinta, dan selanjutnya.
Ataukah mungkin "cinta" itu sangat sulit dipahami ? hingga timbul berbagai istilah untuk mengungkapkannya, seperti misalnya jatuh cinta, cinta pada pandangan pertama, dll.
Lalu, apakah "cinta" pada kutipan dialog di atas adalah bentuk cinta yang sebenarnya ?

Mengacu pada konteks kata "cinta" yang selalu disebutkan secara lisan atau tulisan, jelas bahwa cinta itu sebuah "rasa yang agung" dan ada di hati atau perasaan. Pada kenyataannya, memang cinta itu suci. "Cinta" itu bahasa kalbu bukan bahasa komunikasi. Dalam setiap jenis bahasa manusia terhadap kata cinta, seperti : love, liefde, liebe, amor, amour, amore, dan sebagainya namun semua hanya merupakan bahasa kode atau sandi untuk mengutarakan apa yang dirasakan dalam perasaan.

Kita keluar sebentar dari permasalahan cinta, mari kita lihat dan baca segala apa yang ada di semesta sesuai dengan kemampuan kita. Kita rasakan dan pikirkan sejenak, makanan atau minuman yang kita konsumsi tidak bisa ada begitu saja tanpa melalui proses. Begitu juga makhluk hidup, kita misalnya, tidak mungkin langsung ada seperti sekarang ini. Semua ada prosesnya. Atau sebuah rasa, "benci" misalnya, karena ada proses yang menyebabkannya. Dan setiap proses selalu bertingkat namun tidak saling menghilangkan tapi saling mendukung sehingga terjadi atau menjadi sesuatu yang sesuai dengan tujuan proses tersebut. Misalnya dalam proses pembuatan makanan, misalnya "kue bakwan" atau disebut juga "kue sayur", banyak mengandung bahan untuk adonan dan isinya. Di situ ada tepung, rempah-rempah/bumbu, garam, juga sayuran , kol, wortel, buncis, dan bahan pendukung lainnya. Kemudian di proses, dibuat adonan, dicampur lalu di goreng jadilah tujuan akhir proses yaitu kue bakwan. Walau telah menjadi sebuah kue dan mempunyai nama tersendiri tetap saja bahan-bahannya tetap dan tidak hilang tapi menjadi satu kesatuan yang mendukung sehingga tercipta yang namanya kue bakwan. Tapi itu hasil dari proses kreatifitas manusia. Namun dalam hal cita rasa, manusia tidak bisa menciptakannya hanya mampu untuk menggabungkan sehingga tercapai sebuah rasa yang kita sebut enak atau nikmat.

Karena memang, setiap sesuatu itu mempunyai "rasa", sejak sesuatu itu ada. Dan segala "rasa" itu saling mendukung demi munculnya "rasa" yang lain.
Begitu juga dengan "cinta". Cinta sudah ada pada diri kita, bahkan sebelum kita terlahir di dunia. Hanya saja dibutuhkan "rasa" lain yang menyatu dan saling mendukung hingga bangkitlah rasa "cinta".

Rasa pendukung Cinta : "S U K A"
Interaksi melalui panca indera secara langsung ataupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi penilaian terhadap sesuatu. Yang dimaksud dengan interaksi disini adalah lebih kepada saat terjadinya suatu kontak, bisa karena melihat, tercium, tersentuh ataupun karena mendengar atau terdengar dan hal-hal tersebut bisa terjadi secara sengaja atau tidak sengaja. Kejadian tersebut akan menyebabkan/menimbulkan pengaruh bathin secara langsung yang bergantung kepada kondisi/keadaan subjek, objek ataupun lingkungan pada saat kejadian. Pengaruh inilah yang menimbulkan perasaan "suka" atau bahkan sebaliknya "tidak suka/benci". Tapi yang dibahas di sini adalah perasaan Suka, karena rasa Benci merupakan sisi gelap dari rasa Suka.
Rasa Suka inilah yang membuat sesuatu itu menjadi menarik, indah, cantik, enak, nikmat, sedap, segar dan lain-lain yang secara otomatis akan menimbulkan perasaan ingin merasakan ataupun menikmati.
Di sisi lain, setelah hadir rasa Suka terhadap sesuatu, mengakibatkan hasrat, nafsu ataupun syahwat, yang kadar gejolaknya tergantung subjek dan objek. Besarnya ketertarikan subjek atau bagaimana daya tarik objek.

Rasa pendukung Cinta :
"PERHATIAN"
Setelah lahir perasaan "suka" akan objek tertentu maka mulailah timbul rasa ingin mengetahui lebih jauh atau lebih banyak tentang segala yang berhubungan dengan objek tersebut. Hal inilah yang memicu subjek hingga disadari atau tidak akan mempelajari objek dengan memperhatikannya, secara langsung atau tidak langsung. Disinilah timbul rasa "perhatian" yang khusus kepada objek.
Namun, saat subjek lebih mengenal objek karena ketertarikannya dan juga mengetahui kondisi objek, timbullah rasa "ingin memiliki", rasa inilah yang mendorong untuk lebih mengenal/mengetahui bagaimana dan apa yang harus dilakukan dan dilalui untuk bisa mendapatkan atau untuk memiliki objek tersebut.
Saat keinginan/rasa ingin memiliki lebih besar dari kemampuan pada saat itu, maka timbullah "Obsesi".

Rasa pendukung Cinta : "K A S I H"
Kecenderungan akan rasa "suka" kepada objek dengan memberi "perhatian" yang lebih. Lalu mengetahui bagaimana dan apa yang harus dilakukan atau dilalui untuk mendapatkannya, mendorong Subjek untuk berbuat lebih dari sebelumnya demi hasratnya tersebut. Disadari atau tidak subjek akan dan mulai terbawa suasana dengan melakukan hal-hal yang bersifat memberi, menjaga, memelihara, merawat, ataupun hal-hal lain yang dilakukan untuk kepentingan objek. Dan Subjek sangat membutuhkan Objek untuk mengaplikasikan perasaannya, sehingga timbullah rasa "Kasih".
Tapi, karena apapun yang dilakukan demi objek maka tanpa disadari akan timbul perasaan ingin diperlakukan sama, maka timbullah rasa "Pamrih". Subjek butuh Objek, maka Objek pun harus butuh Subjek.

Rasa pendukung Cinta :
"SAYANG"
Pada tingkat ini, Objek adalah motivator bagi Subjek. Apapun yang dilakukan oleh Subjek, demi Objek. Setingkat dengan perasaan "Kasih" sehingga bisa disetarakan ataupun dihubungkan langsung. Timbul rasa kepedulian dan Tanggung Jawab yang sedemikian besar terhadap Objek dan Subjek merasa lebih mengutamakan Objek dari dirinya sendiri, dan itu dirasa wajib.
Pada kasus tertentu, dengan rasa tanggung jawab yang begitu besar dan rasa memiliki yang terlalu tinggi mengakibatkan tumbulnya rasa "Takut Kehilangan" atau "Ditinggalkan". Karena merasa kalau Objek lah yang menjadi motor dan semangat dalam hidupnya. Hingga seakan-akan tanpa Objek, habislah kehidupannya.
Di sinilah timbul perasaan "Cemburu" dan "Was-was".

Rasa pendukung Cinta :
"PENGERTIAN"
Setelah melalui proses-proses sebelumnya, baik yang bersifat positif maupun negatif bagi dirinya dan objek serta lingkungannya. Setelah mengalami berbagai kesenangan, masalah, bahagia, duka, dan rasa yang lain seiring perjalanan waktu dan proses, Subjek akan lebih memahami tentang keinginan, kebutuhan, harapan, dan segala yang dirasakan dan dilakukan untuk atau demi kepentingan Objek. Dan Subjek pun akan lebih memahami batasan-batasan antara apa yang dirasakannya dan apa yang harus dilakukannya kepada atau terhadap Objek. Sehingga Subjek bisa menilai hal-hal tersebut secara objektif. Dan disinilah timbul rasa percaya Subjek kepada Objek.
Namun, pada level tertentu ataupun karena proses sebelumnya yang masih rapuh, justru "Pengertian" yang diberikan Subjek bisa disalah artikan oleh Objek atau lingkungannya sebagai rasa "kurang peduli" Subjek kepada Objek.

C I N T A

Setelah berinteraksi melalui "Panca Indera" muncullah rasa "Suka" lalu kita menjadi "Perhatian" padanya. Dengan lebih mengenalnya dan rasa memiliki, timbul "Kasih"dan "Sayang". Saat lebih memahaminya, kita menjadi "Pengertian" padanya. Kemudian bangkitlah "Cinta". Ditandai dengan adanya rasa kebersamaan, ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu.
Saat "Cinta" hadir, maka tidak ada lagi "celah" bagi perasaan-perasaan negatif yang bisa merugikan semua pihak.

Namun, semuanya tergantung dari bagaimana Subjek melalui dan mengkondisikan proses-proses sebelumnya. Karena segala rasa yang dirasakan sebelum lahirnya cinta tetap menjadi akar bagi cinta itu sendiri, sehingga apabila proses terjalani namun masih rapuh akan mempengaruhi kadar cinta yang terlahir.

Berdasarkan penjabaran di atas, segala hal-hal negatif yang terjadi itu bukan karena cintanya tapi karena proses atau rasa yang mendukung lahirnya cinta belum terlakoni dengan sebaik mungkin atau sempurna.
Misal, kita merasa mencintai seseorang tapi kita selalu merasa cemburu apabila seseorang tersebut bersama dengan orang lain. Hal tersebut bukan karena cinta kita yang salah (atau sering disebut cinta buta) tapi bisa saja karena rasa sayang kita yang berlebihan dan mungkin karena kita kurang mengenal seseorang tersebut dan lingkungannya, sehingga kita merasa was-was, karena ada persaaan takut kehilangan atau takut ditinggalkan atau takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap dirinya. Kemudian ego dan gengsi kita mencari-cari alasan untuk mendukung pemikiran kita tersebut yang akhirnya justru menciptakan masalah baru. Tapi jangan khawatir, hal itu alami, tinggal tergantung kepada pribadi kita, tergantung kepada "gengsi" dan "egois" kita. Dan itu adalah proses.!

Jelaslah sudah, apapun dan bagaimanapun bentuk cinta kita, apapun dan siapapun yang kita cintai, semuanya adalah proses hati, semuanya dikendalikan oleh perasaan. Otak atau pikiran dan panca indera sangat dibutuhkan dukungannya, namun hanya sebatas pelaksana atau eksekutor untuk mengaplikasikan perasaan. Karena kalau kita mengandalkan pikiran atau panca indera untuk membangkitkan perasaan cinta, maka cinta kita akan tertutup oleh "egoisme" dan "gengsi". Dan itulah yang akan mengaburkan perasaan "cinta yang suci".

Cinta itu ada, bahkan sebelum kita terlahir. Hanya saja butuh sarana untuk membangkitkannya. Cinta itu sebuah rasa, dan perasaan lain lah yang membangkitkannya. Cinta tidak butuh alasan, tapi butuh pemahaman hati.

CINTA adanya di HATI bukan di KEPALA !!!
CINTA itu soal memberi, bukan menerima ataupun mengharapkan kembali
.

0 komentar:

Posting Komentar